Sabtu, 20 Desember 2014

[Review] Negeri di Ujung Tanduk - Tere Liye


Judul: Negeri di Ujung Tanduk
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: April 2013
Tebal: 360 halaman
ISBN: 978-979-22-9429-3
Rate: 4/5
Blurp: Di Negeri di Ujung Tanduk kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.


Di Negeri di Ujung Tanduk, para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan, tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.

Tapi di Negeri di Ujung Tanduk setidaknya, kawan, seorang petarung sejati akan memilih jalan suci, meski habis seluruh darah di badan, menguap segenap air mata, dia akan berdiri paling akhir, demi membela kehormatan.

Review

Novel Negeri di Ujung Tanduk merupakan sequel dari novel Negeri Para Bedebah. Di Novel Negeri para Bedebah Thomas merupakan salah satu pakar konsultan keuangan profesional. Kini mendirikan unit kerja baru untuk jasa konsultan politik yang menyusun strategi bagi politikus untuk dapat memenangkan pemilu. Meskipun baru saja setahun Thomas membuka biro baru di kantornya namun ia telah dua kali membawa kemenangan bagi klien politiknya.

"Kau tahu, Thomas, masalah terbesar bangsa kita adalah penegakan hukum. Hanya itu. Sesederhana itu," kata JD (hlm. 113). "Penegakan hukum adalah obat paling mujarab mendidik masyarakat yang rusak, apatis, dan tidak peduli lagi. Penegakan hukum adalah kunci semua masalah. Kita harus menyadari hal ini. Kita sebenarnya sedang berperang melawan kezaliman yang dilakukan kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita yang mengambil keuntungan karena memiliki pengetahuan, kekuasaan, atau sumber daya. Jika kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan. Ini negeri di ujung tanduk, Thomas." (hlm. 114 & 116).

Dalam kisahnya kali ini Thomas akan membantu seorang klien politiknya yang berinisial JD. JD telah sukses menjadi gubernur ibukota selama lima tahun, dan ia memutuskan untuk tidak memperpanjang masa jabatannya sebagai gubernur lima tahun selanjutnya karena ia berencana mencalonkan diri menjadi presiden dari partai terbesar di negeri ini. JD mengalami banyak hambatan yang ikut menyeret Thomas, konsultan politiknya, juga Om Liem. Ada ‘mafia hukum’ yang terdiri dari 5 tingkatan, masing-masing tingkatan terdapat beberapa nama. Ring 1 adalah tingkatan pertama yang merupakan induk dari tingkatan bawahnya. Jumlah aggota mafia hukum pada ring pertama adalah 24 orang, 5 diantaranya adalah petinggi partai yang menolak JD dicalonkan oleh partainya tersebut

Menjelang konvensi partai yang akan mengumumkan secara resmi kandidat presiden dari partai yang menominasikan JD, sebuah serangan yang mematikan dan mengerikan membayangi meraka. Serangan itu datang dari pihak yang tidak menginginkan JD menjadi kandidat presiden. Peristiwa pertama dari serangan balik adalah penagkapan Thomas ketika ia sedang berada di Honkong. Seberat seratus kilogram heroin dan puluhan senjata ditemukan di dalam dek kapal oleh Interpol Honkong. Sehingga membuat Thomas, Kadek, Oppa fan juga Mariam ditahan oleh Interpol Hongkong, penahanan Thomas membuat ia tidak bisa hadir di konvensi partai. Untunglah ada Lee, pengusaha Hong Kong yang dikalahkannya dalam pertarungan di Makau. Lee berhasil meloloskan Thomas dan mengatur perjalanan pulang Thomas ke Indonesia. Setibanya di Jakarta, Thomas mendengar berita penangkapan kliennya. JD ditetapkan sebagai tersangka korupsi megaproyek tunnel raksasa selama menjabat sebagai gubernur ibu kota. Penangkapan itu diduga sebagai upaya pembunuhan karakter untuk mencemarkan reputasi cemerlang JD. Kemungkinan besar membuat JD akan didiskualifikasi dari kandidat calon presiden partai. 

Maka sebelum Thomas dinobatkan menjadi buruan internasional, Thomas harus bergerak cepat memperjuangkan nasib kliennya. Ia harus pergi ke Denpasar untuk membujuk para pendukung JD agar koalisi partai mereka tidak terpecah-pecah. Tapi hal itu pun tetap tidak mudah. Karena seperti dugaan Thomas, ada kelompok yang disebutnya sebagai mafia hukum, bergerak di belakang setiap kejadian itu. Thomas, mau tak mau, mesti merancang sebuah rencana untuk bisa menghadapi tekanan demi tekanan yang dihadapinya. Tidak hanya berupaya membawa keluar seorang saksi mahkota dari tahanan kepolisian, Thomas pun menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menjalankan rencananya. Hingga pada akhirnya ia menyadari, sesungguhnya ia sedang berhadapan dengan para pendiri benteng kekuasaan yang mampu melakukan apa saja demi pencapaian tujuan mereka. Dan sebagai pemimpinnya adalah musuh yang bersal dari masa lalu Thomas.

Thomas memiliki alasan sendiri kenapa ia mendukung JD bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya sekalipun. Hal ini karena JD memiliki sebuah misi tentang sebuah penegakan hukum. Dalam sosok JD Thomas menemukan jawaban dari pertanyaan yang melindap dalam benaknya terkait sosok politikus dengan kemuliaan dan kelurusan hati bak Gandhi atau Nelson Mandela. Maka, Thomas pun menawarkan diri menjadi konsultan strategi demi mewujudkan penegakan hukum yang dikehendaki JD.

Salah satu kalimat inspiratif dalam novel ini adalah saat kakek Chan  memberikan  nasehat kepada Thomas “Kau tahu, Thomas, jarak antara akhir yang baik dan akhir yang buruk dari semua cerita hari ini hanya dipisahkan oleh sesuatu yang kecil saja, yaitu kepedulian. Begitu juga hidup ini, Thomas. Kepedulian kita hari ini akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi bisa besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian itu besar, lebih besar lagi bedanya pada masa mendatang. Selalulah menjadi anak muda yang peduli, memilih jalan suci penuh kemuliaan. Kau akan menjalani kehidupan ini penuh dengan kehormatan. Kehormatan seorang petarung. (hlm. 358-359)”

 Novel karya Tere Liye kali ini memuat sindiran akan buruknya kehidupan berpolitik bangsa. Menyindir keserakahan para penguasa. Menyindir kehidupan sebuah negeri di ujung tanduk. Negeri yang semakin lama semakin rusak. Bukan karena orang jahat semakin banyak, namun karena banyak orang yang memilih untuk tidak peduli lagi akan bangsanya. Memilih berbagai jalan untuk mencapai ambisi, meskipun jalan itu tidak sesuai hati nurani. Tere Liye ingin menyampaikan bahwa penegakan hukum di tanah air, Indonesia memang masih sangat lemah. Hal ini terbukti dari berbagi kasus korupsi yang terjadi hingga berlarut-larut belum juga tuntas. Dan lagi fasilitas penjara yang membedakan orang-orang yang melakukan korupsi dengan yang tidak. Orang-orang yang melakukan korupsi seperti Om Liem, Paman Thomas, memiliki fasilitas penjara yang tidak layak untuk disebut penjara. Om Liem terjerat kasus korupsi dan dijadikan tersangka korupsi. Kehidupannya cukup enak di dalam penjara karena apapun yang dia inginkan sudah tersedia.

Tulisan ini dibuat sebagai bahan arisan buku bulan Desember di rumah baca http://www.atasangin.com/menanti-tere-liye/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar