Senin, 01 Desember 2014

[Review] Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah - Tere Liye

Judul Novel: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Januari 2012
Jumlah Halaman: 512 Halaman
Rate: 4/5
Blurp: Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya. Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.

Sinopsis

“Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirudung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya.” 

Borno, seorang pemuda Pontianak yang terlahir dari keluarga biasa dan tinggal di pinggiran sungai Kapuas bersama sang Ibu. Di umur 12 tahun, ayahnya yang merupakan seorang nelayan terjatuh ke laut dan tersengat ubur-ubur. Divonis secara klinis, ayahnya lalu membuat keputusan yang tidak bisa Borno terima yaitu mendonorkan jantungnya kepada pasien gagal jantung.

Karena keterbatasan biaya, setelah lulus SMA Borno tidak melanjutkan sekolahnya. Ia bekerja serabutan mengumpulkan uang untuk menggapai mimpinya. Pekerjaan pertamanya ia bekerja di berusahaan karet, ia menulikan telinga saat tetangga-tetangganya dan orang-orang di dermaga selalu mengolok-olok saat Borno lewat di dekat mereka karena bau karet yang tidak sedap. Borno bekerja di perusahaan karet hanya 6 bulan karean perusahaan itu bangkrut. Kemudian ia pekerja di kapal feri. sayangnya pekerjaan ini membuat Borno dimusuhi para pengemudi sepit dan juga Bang Togar karena feri merupakan saingan terbesar sepit. Kemudian ia menjadi petugas SPBU apung sementara, menjaga warung, mencari sotong, memperbaiki genteng, dan berbagai pekerjaan serabutan lainnya. Lantas pekerjaan terakhirnya yaitu menjadi pengemudi sepit.

Di sepit itulah ia bertemu dengan Mei, gadis peranakan yang berhasil memikat hatinya. Dan dari sinilah kisah cinta itu dimulai. Borno lalu mulai hafal kebiasaan gadis itu menyeberang tepat jam 7.15 pagi. Dan berdasarkan dan waktu tersebut adalah jatuh pada antrean sepit ke 13. Dimana sepit antre untuk mengangkut penumpang, dan ada petugas timer yang mengatur jadwal keberangkatan sepit. Borno rajin berangkat ke sepit jam 7.15, mendaftarkkan diri pada sepit nomor 13 pada petugas timer. Dan menyebrangkan Mei dengan sepit miliknya (meskipun terkadang meleset dari perkiraannya). Sayangnya, Mei harus kembali ke Surabaya, kembali ke rutinitas kuliahnya dan Borno masih tetap menjadi bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian sungai Kapuas. 

Review

Saya benar-benar jatuh cinta dengan novel ini. Buku ini memakai sudut pandang pertama dengan alur maju mundur. Lebih membuat saya mudah menyelami karakter Borno dan karakter karakter lainnya. Saya juga menyukai cara penulis menceritakan tempat, suasana, dan perasaan dengan sangat detail. Ditambah dengan selipan selipan humor atau sekadar kata kata ceplosan dan pengetahuan tentang mesi. Saya juga menyukai  cara penulis menyampaikan nilai-nilai inspiratif melalaui bahasa yg ringan.

Nah bagi yang jenuh dengan kisah cinta mnye-menye ala anak FTV. Saya sarankan untuk membaca novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Karena cinta buku ini sungguh berbeda dengan kisah cinta yang lain. Kisah cinta yang memberikan pelajaran tentang arti sebuah kesabaran dan pengorbanan.

Beberapa kutipan dari novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

1. “Aku tidak akan merendahkan kehormatan wanita dengan memegang tangannya.” (hal.117)
2. “Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat, hebat sekali benda bernama perasaan itu."
3. Dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan di kejap berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang.” (hal.132)
4. "Sembilan dari sepuluh kecemasan muasalnya hanyalah imajinasi kita. Dibuat-buat sendiri, dibesar-besarkan sendiri. Nyatanya seperti itu? Boleh jadi tidak." (hal.133)
5. "Dunia ini terus berputar. Perasaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembangbiak di tempat yang paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan-perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah" (hal.146)
6. "Ibu, usiaku dua pulah dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan seseorang yang diam-diam kau kagumi" (hal.149)
7. "Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, Andi. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi" (hal.168)
8. "Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir cemas, setta berbagai perangai norak lainnya" (hal.194)
9. "Cinta bukan kalimat gombal, cinta adalah komitmen tidak terbatas, untuk salaing mendukung,, untuk selalu ada, baik senang maupun duka" (hal.221)
10. "Banyak sekali orang yang jatuh cinta lantas sibuk dengan dunia barunya itu. Sibuk sekali, sampai lupa keluarga sendiri, lupa teman dekat, lupa sahabat karib. Padahal siapalah orang yang tiba-tiba mengisi hidup kita itu? Kebanyakan orang asing, orang baru." (hal.257)
11.“Urusan perasaan itu ajaib sekali, bahkan bisa membuat merasa sepi di tengah keramaian, ramai di tengah kesepian.”(hal.249)
12. "Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti, bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu" (hal.428)
13, "Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataan tidak seperti itu, menyakitkan" (hal.429)
14. "Borno, cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka maka gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Cobak saja kaucueki, kaulupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan" (hal.430)
15. "Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang." (hal 430)
16. "Camkan ini, anakku. Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusan diri sendiri. Orangtua ini tahu persis. Boleh jadi ketika seseorang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabik ikut pergi. Tapi kau masih memliki separuh hati yang tersisa, bukan? Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang. Satu-satunya yang paling berharga." (hal 479)
17. “Kau tahu apa yang bisa dengan segera membuat tampang kusutmu mencair seperi mentega lumer di penggorengan, sebal di hati pergi seperti kotoran disapu air? Sederhana. Kau bulak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan. Seketika, wajah kau tak kusut lagi.”
18. “Apalah namanya ini? Disebut apakah perasaan ini? Kenapa hatiku macam sayuran lupa dikasih garam, hambar, tidak enak, tidak nyaman? Atau seperti ada tumpukan batu besar di dalamnya, bertumpuk-tumpuk, membuat sempit. Atau seperti ikan diambil tulangnya, kehilangan semangat.”
19. “Kalau memang terlihat rumit, ragu2, kesana-kemari, tidak jelas, plintat-plintut, bikin sebal, sakit hati, lupakanlah. Segera lupakan. Urusan perasaan yg sejati selalu sederhana."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar