Senin, 22 Januari 2018

Pacarku Memintaku Menjadi Matahari - Reza Nufa



Sebelum buku ini terbit saya sudah memiliki e-book-nya. Tapi sengaja tidak saya baca karena kalau saja sudah membaca e-book terlebih dahulu saya pasti malas membaca buku tersebut. Buku ini berisi 29 cerpen. Beberapa cerpen pernah saya baca di blog Reza, dan beberapa lagi Reza membagikan di salah satu grup untuk dikomentari dan beberapa lagi memang belum pernah dipublikasikan.

Membaca buku ini seperti diajak merenungkan hidup, jatuh cinta, patah hati, jatuh cinta—lagi, kecewa, lari dari kenyataan dan kembali lagi ke siklus awal. Dan, memang benar kehidupan Reza seperti ini, saya teringat saat ia tertidur, hp ditangannya membuka aplikasi candy saga rush (atau apa, saya tidak begitu paham).

Mengutip kalimat Eko Triono di kata pengantar. “ia mengobrak-abrik kemapanan tata-tertib peristiwa; mengencingi relasi kausalitas; merayakan akibat-akibat tanpa awal mulai. Seperti memasuki sebuah kota pasca wabah demensia, saya sempat tersesat di daerah deengan orang-orang bawel.

Namun demikian, ada kesan lain yang  tak kalah penting. Di balik gairah ekspresif, makian, personifikasi, ungkapan-ungkapan unik, ada ritme yang berulang. Yang kesemuanya bertemu dalam titik dua. Yakni kekecewaan”.

Banyak sekali cerpen dibuku ini yang diawali dengan kekecewaan dan diakhiri dengan kekecewaan, seperti Dan Bandung Bagiku, Marina Menari di Ujung Tahun, Dingin Rinjani Malam itu, Omong Kosong Sadra dan lain-lain.

Dua cerpen favorit saya Dua Pemabuk Mengazani Mayat dan Bekicot Pertama yang Memeluk Agama.

Cerpen yang panjang ataupun yang pendek sama saja. Sama bagusnya, sama rasa sakitnya. Membaca cerpen ini seperti membaca pikiran seseorang. Ruwet, muter-muter takn jelas mana awal dan ujung.


Saya menikmati membaca buku ini dan selipan-selipan yang tentang Film, lagu, isu politik serta agama di buku ini.


1 komentar: