Senin, 16 Maret 2015

[Review] Ayahku (Bukan) Pembohong - Tere Liye

Judul Buku: Ayahku (bukan) Pembohong
Pengarang: Tere-liye
Penerbit: GPU
Tebal halaman: 304 Halaman
Tahun Terbit: April 2011
Rate: 4/5
Blurp: Kapan terakhir kali kita memeluk ayah kita? Menatap wajahnya, lantas bilang kita sungguh sayang padanya? Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkerama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh bangga padanya?

Inilah kisah tentang seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan hidup. Kesederhanaan yang justru membuat ia membenci ayahnya sendiri. Inilah kisah tentang hakikat kebahagiaan sejati. Jika kalian tidak menemukan rumus itu di novel ini, tidak ada lagi cara terbaik untuk menjelaskannya.

Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba di halaman terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.

“Dengan kesederhanaan hidup bukan berati tidak ada kebahagian, kebahagian ada pada seberapa besar keberartian hidup kita untuk hidup orang lain dan sekitar, yap seberapa besar kita menginspirasi mereka. Kebahagian ada pada hati yang bersih, lapang dan bersyukur dalam setiap penerimaan..”

Novel ini mengisahkan seorang anak lelaki bernama Dam yang dibesarkan oleh ayahnya yang senang bercerita. Cerita-cerita yang disuguhkan ayahnya memang bukan cerita biasa, melainkan dapat memotivasi Dam untuk menjadi anak yang berprestasi dan berhasil meraih cita-citanya, di antaranya: juara lomba renang, bersekolah di sekolah top untuk calon arsitek, dan sebagainya.

Dam kecil yang sangat percaya dan menjadikan semua cerita ayahnya motivasi untuk menjadi pribadinya menjadi baik . Namun, seiring berjalannya waktu, Dam merasa kisah-kisah ayahnya tak lebih dari sekedar bualan. Cerita-cerita ayah Dam sering tidak masuk akal, seperti pernah bersahabat dengan anak yang ketika besar menjadi bintang Liga Champions, menikahi wanita yang ketika mudanya adalah aktris terkenal, dan sebagainya. Kepercayaan akan cerita-cerita itu semakin luruh dan di pertanyakan saat Dam menemukan buku usang yang bercerita tentang cerita-cerita ayahnya di perpustakaan akademi gajah—tempat Dam menimba ilmu. Karena cerita-cerita ayahnya, Dam malah membenci sosok yang berjasa mengantarkannya menjadi orang hebat. Bahkan dia melarang dua buah hatinya untuk berakrab-akrab ria dengan sang kakek. Alasannya, "tidak semua yang diceritakan kakek itu benar."

" Hidup dangan kebahagiaan sejati yang berasal dari hati kita sendiri. Hati yang lapang, hati yang dalam, dan hati yang selalu bening, seperti danau yang bermata air, yang akan tetap bening meski ada yang menusuk dasarnya atau ada air keruh yang tercampur didalamnya.."

" Kebahagiaan sejati bukan berasal dari luar, bukan dari harta benda, ketenaran apalagi kekuasaan. Tidak peduli seberapa jahat dan merusak sekitar kita, tidak peduli seberapa banyak parit menggelontorkan air keruh, ketika kau memeiliki mata air sendiri dalam hati, dengan cepat danau itu akan bening kembali..."

Namun di akhir cerita, Dam sangat menyesal. Karena apa? Silakan baca sendiri novel ringan yang membuat kita seolah tidak bisa berhenti sebelum menyelesaikannya ini.

Membaca buku ini dari halaman ke halaman membuat saya tertawa mendapati kebandelan  Dam, atau terenyuh saat ibunya pergi dan bapaknya merasa tersinggung. alurnya maju mundur. yang mundur menceritakan tentang kehidupan dam dan cerita-cerita ayahnya di masa lalu.

Terkadang tanpa kita sadari melupakan kebijakan dan kebaikan hati seorang Ayah. Padahal beliau telah mengajarkan kebijaksanaan hidup pada anak-anaknya dengan cara yang berbeda-beda. Seperti tokoh ayah dalam novel ini yang mengajarkan kebijaksanaan hidup pada anaknya Dam melalui cerita-ceritanya.

Banyak sekali kearifan yang diberikan oleh Tere Liye dalam buku ini, tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan kesederhanaan, arti perjuangan dan kemenangan hingga tentang arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

Tapi terkait memformulasikan sosok ayah, saya rasa belum berhasil.Novel ini lebih menunjukkan sosok ayah ideal seperti apa. Sedangkan begitu banyak ayah di muka bumi ini dengan begitu macam karakter.

Beberapa kutipan favorit di novel ini
  1. "... Dulu tidak ada orang yang berani berpikir akan mendarat di bulan, orang-orang menciptakan peribahasa bagai pungguk merindukan bulan. Sekarang hal itu tidak mustahil. Ketika kita tidak tahu, bukan berarti kita buru-buru menyimpulkan tidak mungkin. Kita saja yang tidak tahu. ..." - hlm 168.
  2. ... Kepala suku benar, tidak perlu sebutir peluru, juga tidak perlu meneteskan darah anggota klannya untuk memenangkan perang. Yang dibutuhkan hanya kesabaran dan keteguhan hati yang panjang." - hlm 161.
  3. "... Cerita ini sesungguhnya tentang pengorbanan, keteguhan hati. Kisah ketika kau tetap mendayung sampan sendirian di tengah sungai yang dipenuhi beban kesedihan, tangis, dan darah tercecer di mana-mana, ketika kau terus maju mendayung bukan karena tidak bisa kembali, tapi menyakini itu akan membawa janji masa depan yang lebih baik untuk generasi berikutnya apa pun harganya." - hlm 183. "Ah, yang menghina belum tentu lebih mulia dibandingkan yang dihina. Bukankah Ayah sudah berkali-kali bilang, bahkan kebanyakan orang justru menghina diri mereka sendiri dengan menghina orang lain." - hlm 38.
  4. " ... Membalas penghinaan dengan penghinaan. Apa bedanya kau dengan penjajah, jika sama-sama saling menzalimi, saling merendahkan? ..." - hlm 157.
  5.  "Itulah hakikat sejati kebahagiaan, Dam. Ketika kau bisa membuat hati bagai danau dalam dengan sumber mata air sebening air mata. Memperolehnya tidak mudah, kau harus terbiasa dengan kehidupan bersahaja, sederhana dan apa adanya. Kau harus bekerja keras, sungguh-sungguh, dan atas pilihan sendiri memaksa hati kau berlatih." - hlm 292.
  6. " ... Bangsa yang korup bukan karena pendidikan formal anak-anaknya rendah, tetapi karena pendidikan moralnya tertinggal, dan tidak ada yang lebih merusak dibandingkan anak pintar yang tumbuh jahat. ..." - hlm 185.

Postingan ini Diikutkan dalam #ReviewMaret @momo_DM @danissyamra @ridoarbain di https://bianglalakata.wordpress.com/2015/03/03/reviewmaret-ayo-me-review-buku-fiksi/

1 komentar:

  1. Yap! Gue udah baca buku ini! Keren banget! Dan buku ini jadi buku terbaik yang pernah gue baca. Pesan moralnya dapet banget. Tere Liye emang nggak pernah gagal bikin gue jatuh cinta sama tulisannya!:D

    BalasHapus