Jumat, 20 Maret 2015

[Review] Hafalan Sholat Delisa - Tere Liye

Judul buku: Hafalan Sholat Delisa
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tahun terbit: Cetakan pertama 2005
Rate: 4/5

Ini adalah kisah tentang tsunami…
Ini adalah kisah tentang kanak-kanak…
Ini adalah kisah tentang proses memahami…
Ini adalah kisah tentang keikhlasan…
Ini adalah kisah tentang Delisa…

Delisa bungsu dari 4 bersaudara dibesarkan dalam keluarga hangat dan sangat religi disalah satu kota di Nanggro Aceh Darussalam. Setiap subuh, Umi Salamah selalu mengajak anak-anaknya sholat jama'ah. Karena Abi Usman bekerja sebagai pelaut di salah satu kapal tanker perusahaan minyak asing—pulang 3 bulan sekali. Awalnya Delisa susah sekali dibangunkan untuk sholat Subuh. Tapi lama-lama ia bisa bagun lebih awal. Setiap sholat jama'ah Aisyah-kakaknya-mendapat tugas membaca bacaan sholat keras-keras agar Delisa yang sholat disampingnya bisa mengikuti bacaan sholat itu. 

            Umi Salamah mempunyai kebiasaan memberikan hadiah sebuah kalung emas kepada anak-anaknya yang bisa menghafal bacaan sholat dengan sempurna. Begitu juga dengan Delisa yang sedang berusaha untuk menghafal bacaan sholat agar sempurna. Agar bisa sholat dengan khusyuk. Delisa berusaha keras agar bisa menghafalnya dengan baik. Selain itu Abi Usman pun berjanji akan membelikan Delisa sepeda jika ia bisa menghafal bacaan sholat dengan sempurna. Delisa yang mendamba kalung ”D” untuk Delisa! Untuk hafalan shalatnya. Kalung yang kemudian tidak dimilikinya karena Tsunami menghantan Lhok Ngah saat hafalan shalatnya disetor pada Ibu Guru Nur pada tanggal 26 Desember 2004. Tsunami meluluhlantakkan Aceh dan 80% penghuni Lhok Ngah beserta penghuninya.

Review

            50 halaman pertama saya masih bisa tertawa dengan tingkah delisa yang lucu, jujur, lugu. Keharmonian keluarga Ummi Salamah dan Abi Usman meresap jauh ke dalam hati, bersama dengan nilai Islam yang disampaikan tanpa dipaksa-paksa. Tapi seketika saya merinding ketika Delisa menyetorkan hafalan kepada Guru Nur saat dimana bumi Aceh tergoncang Gempa. Merinding ketika Delisa ingin khusuk dalam shlatnya dan tetap dalam posisi shalat—Delisa Ingat Cerita Ustad Rahman tentang kekhusyukan shalat Nabi, dan sampai dengan posisi akan sujud tubuh mungilnya tidak bisa lagi menahan kuatnya tumpahan air bah.

            Namun keasyikan saya pada halaman awal dan kengerian saya pada saat tsunami datang seketika sirna saat memasuki bagian cerita Delisa terdampar dan tercepit. Entah mengapa saya merasa aneh dengan bagian itu. Saya seakan gagal mendapatkan emosi pada bagian itu—terlepas dari emosi hangat yang berhasil saya tangkap di paruh pertama buku. Ada sesuatu yang semacam mengganjal di hati saya, seperti cerita burung-burung yang membawa buah untuk makanan Delisa, tubuh Delisa yang bersinar, Sebenarnya kejadian tentang tubuh Delisa yang mengeluarkan sinar ini tidak ada yang salah. Namun, penulis terlalu sering mengggunakan kata itu sehingga saya seakan kehilangan makna dari kata “tubuh bersinar”.

            Keunggulan dari novel ini adalah Penulis sangat pandai mengaduk-aduk emosi pembaca dengan terus menggulirkan peristiwa-peristiwa yang mengharukan sampai di akhir cerita. Cerita ini membuatkan saya menitiskan air mata kerana insaf dan kagum. Betapa tulusnya Delisa sehingga Allah memeliharanya. Novel ini mengajarkan saya tentang tentang makna hidup, kehidupan, keadilan Allah. Juga saya pelajari kesungguhan melakukan sesuatu, ikhlas dengan tidak mengharap balasan, gigih berusaha dan belajar, tabah hadapi kesusahan dan bencana, dan paling penting doa dan tawakal kepada Allah. Tidaklah hanya mengingat Allah ketika kita susah sebaliknya perlu sentiasa mensyukuri apa yang dikurniakan oleh Allah SWT kepada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar